infoselebb.my.id: Putra Purbaya Sebut Banjir Sumatera Bukan Murni Bencana Alam, Tapi Akibat Deforestasi dan Tambang - LESTI BILLAR

Putra Purbaya Sebut Banjir Sumatera Bukan Murni Bencana Alam, Tapi Akibat Deforestasi dan Tambang

Posting Komentar

Bencana banjir besar dan tanah longsor yang menyapu sejumlah wilayah di Sumatera kembali mengguncang perhatian publik nasional.


Di tengah situasi yang mencekam dari Sumatera Utara, Sumatera Barat, hingga Aceh muncul suara-suara yang mempertanyakan bukan hanya penyebab tragedi tersebut, tetapi juga kesiapan negara dalam meresponsnya.


Dan di antara suara itu, pernyataan Yudo Sadewa, putra Menteri Keuangan RI Purbaya Yudhi Sadewa, menjadi salah satu yang paling lantang dan mencuri sorotan.


Pernyataan Yudo Sadewa: Bencana Ini Bukan Murni Fenomena Alam


Menurut Yudo, apa yang terjadi di Sumatera tidak bisa dilepaskan dari faktor ulah manusia.


Ia menegaskan bahwa tragedi yang menewaskan banyak warga dan menghancurkan infrastruktur ini bukan sekadar kemarahan alam, melainkan klimaks dari kerusakan lingkungan yang sudah berlangsung lama.


Yudo menjelaskan bahwa pemicu utama bencana kali ini adalah badai tropis, sebuah fenomena yang sebenarnya dapat ditahan oleh hutan yang berfungsi sebagai penyangga alami.


Sayangnya, hutan di berbagai wilayah Sumatera telah berkurang drastis.


“Bencana yang terjadi di Sumatera itu bukan merupakan bencana alam, itu hanyalah badai tropis dia nerjang Sumatera.


Tapi karena enggak ada hutan, enggak ada penahan, akhirnya terjadi tanah longsor dan banjir bandang,” ujarnya melalui akun TikTok-nya pada Sabtu (29/11/2025).


Ia menyoroti bahwa hutan yang dulunya menjadi pelindung telah berubah fungsi dalam skala besar.


Lahan-lahan hijau itu kini berubah menjadi area tambang, permukiman, lahan pertanian, hingga perkebunan sawit.


“Ini disebabkan karena pohonnya ditebangin, diganti tambang, diganti perumahan, diganti pertanian dan diganti oleh sawit.


Makanya kita tidak punya penahan yang cukup baik untuk menghindari bencana tersebut.”


Yudo juga mengaitkan kondisi ini dengan pemanasan global, sebuah faktor yang membuat kejadian siklon tropis yang biasanya mustahil terbentuk di dekat khatulistiwa kini justru muncul di sekitar Pulau Sumatera.

Yudo Sadewa, putra dari Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa 

Yudo Sadewa, putra dari Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa buka suara soal bencana yang terjadi di Sumatera. (TikTok Yudosadewa)

Tekanan Publik Meningkat: Pemerintah Pusat Diminta Bergerak Cepat


Di tengah derasnya air bah dan tanah longsor yang terus terjadi, muncul tuntutan agar pemerintah pusat segera menetapkan status darurat bencana nasional.


Skala kerusakan di Sumatera telah melampaui kemampuan pemerintah daerah, memicu desakan agar intervensi pusat diperkuat.


Situasi ini sekaligus menempatkan sorotan baru pada Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa, terutama terkait kesiapan negara menyediakan pendanaan darurat.


Sikap Menkeu: “Kalau Disuruh Bayar, Saya Bayar”


Dalam ajang Conference on Indonesian Foreign Policy 2025 di Jakarta, Sabtu (29/11/2025), Purbaya memberikan jawaban tegas ketika ditanya mengenai kesiapan pemerintah.


Ia menegaskan bahwa negara tidak akan menahan dana jika memang dibutuhkan untuk penanganan bencana.


“Saya bukan bidang itu. Tapi kalau saya disuruh bayar, saya bayar, gitu aja,” ujarnya.


Meskipun demikian, Purbaya mengakui bahwa ia belum mengetahui detail regulasi terkait Pooling Fund Bencana (PFB) sebuah skema yang dibangun untuk memperkuat ketahanan fiskal negara dalam menghadapi risiko bencana besar.


Skema yang dibentuk melalui Perpres Nomor 75 Tahun 2021 ini dirancang agar pembiayaan bencana tidak selalu bergantung pada APBN tahunan, tetapi memanfaatkan mekanisme asuransi, dana cadangan, dan pengalihan risiko kepada pihak ketiga.


Pooling Fund Bencana: Tameng Fiskal untuk Situasi Ekstrem


Pooling Fund Bencana dimaksudkan agar negara dapat merespons bencana secara cepat dan terukur, sekaligus melindungi kelompok masyarakat yang paling rentan.


Dalam konteks banjir bandang dan longsor di Sumatera, efektivitas skema ini kembali dipertanyakan apakah sudah berjalan optimal?


Apakah kesiapan fiskal sesuai dengan kebutuhan di lapangan?


Pertanyaan-pertanyaan inilah yang mengemuka di tengah memburuknya kondisi daerah terdampak.


Sikap Presiden: Fokus pada Bantuan Langsung


Sementara itu, Presiden Prabowo Subianto menegaskan bahwa prioritas pemerintah saat ini adalah mempercepat penyaluran bantuan kepada masyarakat terdampak.


Ia menekankan bahwa pemerintah pusat masih melakukan pemantauan sebelum memutuskan apakah kondisi di Sumatera layak ditetapkan sebagai bencana nasional.


Bagi banyak pihak, status tanggap darurat yang telah ditetapkan daerah dinilai belum memadai.


Mengingat luasnya kerusakan, mereka menilai intervensi pemerintah pusat harus dilakukan dalam skala yang jauh lebih besar. (*)

Related Posts

There is no other posts in this category.

Posting Komentar

Subscribe Our Newsletter