Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang menaikkan hukuman bagi Nikita Mirzani menjadi enam tahun penjara dalam perkara pemerasan dan TPPU menuai sorotan tajam dari sejumlah praktisi hukum.
Keputusan itu dianggap menjadi pukulan balik setelah upaya hukum banding yang diajukan pihak Nikita Mirzani.
Ya, Nikita Mirzani baru saja mendengar hasil putusan bandingnya pada Selasa (9/12/2025) di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Alih-alih mendapatkan keringanan atau bahkan bebas, putusan tersebut justru semakin memberatkan langkahnya.
Bukan pengurangan masa hukuman yang diterima, melainkan penambahan. Figur publik yang pernah berseteru dengan Reza Gladys itu dijatuhi pidana enam tahun penjara setelah majelis hakim menyatakan unsur tindak pidana pencucian uang terbukti secara sah.
Para ahli hukum kini menilai bahwa langkah banding yang ditempuh Nikita sejak awal merupakan pilihan berisiko tinggi. Mereka menilai upaya tersebut lebih menyerupai pertaruhan yang akhirnya berbalik merugikan dirinya.
Dalam putusan barunya, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menambahkan dua tahun masa kurungan. Sebelumnya, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan hanya menjatuhkan vonis empat tahun penjara.
Praktisi hukum Jaenudin secara terbuka menyampaikan kekecewaannya. Ia menilai keputusan untuk mengajukan banding sejak awal menunjukkan kurangnya kalkulasi yang matang.
“Sejak awal sebenarnya saya sarankan agar Nikita tidak menempuh banding,” ujar Jaenudin, dikutip dari Tribun Seleb.
Ia menegaskan bahwa sarannya bukan bermaksud membatasi hak hukum terdakwa. Namun berdasarkan pengalamannya menangani perkara pidana, hakim jarang mengubah putusan ketika alat buktinya dinilai kuat dan telah memenuhi unsur pidana.
“Untuk kasus pidana yang buktinya kuat, peluang menang banding itu kecil sekali,” tambahnya.
Jaenudin juga menyinggung peran kuasa hukum Nikita yang menurutnya kurang berhati-hati dalam membuat keputusan strategis. Ia menyebut, jika vonis awal empat tahun diterima, Nikita bisa jadi lebih cepat kembali ke rumah.
“Kuasa hukumnya harusnya berpikir lebih jernih. Apakah langkah ini benar-benar menguntungkan kliennya atau justru sebaliknya,” kritiknya.
“Kalau tidak banding, dengan vonis empat tahun, mungkin satu setengah tahun lagi dia sudah bisa bebas,” lanjut Jaenudin.
Sebagaimana diketahui, pada putusan tingkat pertama, majelis hakim menyatakan Nikita Mirzani bersalah dan menjatuhkan pidana empat tahun penjara serta denda Rp1 miliar. Ketika itu, unsur TPPU dinilai belum terbukti sehingga hukumannya lebih ringan dibanding tuntutan jaksa.
Namun Nikita tak menerima putusan tersebut dan memutuskan mengajukan banding. Sayangnya, upaya itu justru membuka jalan bagi hukuman yang lebih berat.
Majelis hakim Pengadilan Tinggi kemudian memasukkan unsur TPPU dalam dakwan yang berkaitan dengan dugaan pemerasan terhadap Reza Gladys, sehingga hukumannya dinaikkan menjadi enam tahun.
Kasus ini bermula dari keluhan Reza Gladys yang merasa produk kecantikannya dihina oleh Nikita Mirzani di media sosial. Tidak terima, Reza kemudian menghubungi Nikita melalui asistennya, Ismail Marzuki alias Mail.
Namun komunikasi tersebut justru berubah menjadi dugaan pemerasan. Reza mengaku dimintai uang hingga Rp5 miliar agar Nikita tak lagi mengungkit atau menjelek-jelekkan produk skincare miliknya di ruang publik.
Reza disebut sempat dua kali mentransfer uang dengan total Rp2 miliar sebelum akhirnya melapor kepada polisi pada 3 Desember 2024.
Dari hasil penyidikan, Jaksa Penuntut Umum menuntut Nikita Mirzani dengan hukuman 11 tahun penjara dan denda Rp2 miliar. Ia didakwa melakukan pemerasan dan tindak pidana pencucian uang terhadap Reza Gladys.
Ada tiga kelompok pasal yang menjeratnya: Pasal 27B ayat (2) juncto Pasal 45 ayat (10) UU ITE dengan ancaman maksimal enam tahun penjara, Pasal 368 KUHP tentang pengancaman yang bisa dihukum hingga sembilan tahun, serta pasal-pasal dalam UU TPPU yang ancaman maksimumnya mencapai 20 tahun penjara. (*)

Posting Komentar
Posting Komentar