Reza Gladys nampaknya merasa belum puas ketika sudah berhasil menjebloskan Nikita Mirzani ke penjara.
Nikita Mirzani telah terbukti melakukan pemerasan terhadap Reza Gladys.
Ibu tiga anak ini telah divonis selama 4 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 28 Oktober 2025 lalu.
Berhasil telah menjebloskan Nikita Mirzani, Reza Gladys kini mengincar orang baru.
Pengusaha skincare ini merasa akan ada sejumlah orang lagi yang bakal diperkarakan olehnya.
Orang-orang itu adalah orang terdekat Nikita Mirzani juga, yakni Oky Pratama dan Samira atau yang dikenal dengan sebutan Dokter Fiktif (Doktif).
Reza Gladys merasa dua orang ini telah mengusik keberadaan dan eksistensi produk-produk skicare-nya.
Rupanya, Reza Gladys pernah melaporkan Oky Pratama dan Samira alias Doktif ke Polda Metro Jaya pada akhir tahun 2024 lalu.
Perkara Utamanya
Kuasa hukum Reza Gladys, Julianus Sembiring, menyoroti tindakan Doktif yang melakukan review dan uji laboratorium terhadap produk kliennya.
Menurutnya, tindakan tersebut melampaui kewenangan seorang dokter dan memasuki ranah yang seharusnya menjadi otoritas tunggal Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
"Dokter Samira ini kan bukan dari bagian Badan POM RI. Dan secara kedudukan hukum, dia tidak mempunyai kedudukan hukum untuk melakukan review-review terhadap produk orang lain," kata Julianus saat wawancara ekslusif dengan Tribunnews, Senin (3/11/2025).
Ia menjelaskan profesi dokter diatur ketat oleh undang-undang, di mana kewajiban utama seorang dokter adalah memberikan pelayanan kepada pasien, bukan menganalisis atau menilai produk komersial secara publik.
"Dia adalah seorang dokter yang pada prinsipnya dalam Undang-Undang 17 tahun 2023 di pasal 308, profesinya sebagai seorang dokter adalah hubungan dia dengan pasien, tidak terhadap produk," jelas Julianus.
KASUS REZA GLADYS - Sosok Dokter Fiktif (Doktif) yang bakal diperkarakan oleh Reza Gladys.
KASUS REZA GLADYS - Sosok Dokter Fiktif (Doktif) yang bakal diperkarakan oleh Reza Gladys. (Instagram @dokterdetektifreal)
"Karena produk itu adalah bagian dari Badan POM RI," lanjutnya.
Lebih lanjut, Julianus meluruskan kesalahpahaman publik terkait istilah overclaim yang sering muncul dalam perdebatan seputar produk skincare.
Ia menegaskan istilah tersebut tidak dikenal dalam aturan hukum.
Regulasi Resmi
Regulasi resmi yang berlaku adalah mengenai teknis klaim kosmetika, sebagaimana tertuang dalam Peraturan BPOM Nomor 3 Tahun 2022.
"Narasi overclaim itu tidak pernah ada. Sanksi yang ada adalah sanksi administratif jika ada pelanggaran terhadap teknis klaim kosmetika, bukan pidana," terangnya.
Julianus menjelaskan, pelanggaran teknis klaim terjadi jika suatu produk berizin edar BPOM menggunakan narasi promosi yang berlebihan.
Namun, pelanggaran seperti itu tetap bersifat administratif dan menjadi kewenangan BPOM untuk menanganinya, bukan untuk dihakimi sepihak di media sosial.
Julianus Sembiring menegaskan, jika praktik review produk tanpa kewenangan hukum terus dibiarkan, hal tersebut dapat menciptakan preseden buruk yang berpotensi merusak iklim usaha dan memicu kekacauan informasi di masyarakat.
"Artinya saya mau menyampaikan, supaya nanti tidak ada profesi-profesi lain seperti supir angkot, ya, tukang parkir, melakukan review-review yang sama gitu. Jadi sehingga ini negara ini hancur," ujarnya.
Menurut Julianus, kasus ini menjadi pengingat bagi publik agar lebih cerdas dan kritis dalam menyerap informasi, terutama dari sumber yang tidak memiliki otoritas resmi.
Sementara itu, para profesional juga diimbau memahami batas kompetensi dan etika profesinya agar terhindar dari pelanggaran hukum.
Julianus menegaskan dalam urusan keamanan dan klaim produk, lembaga yang memiliki kewenangan penuh hanyalah BPOM. (TribunNewsmaker/TribunSumsel/Tribunnews)


Posting Komentar
Posting Komentar