infoselebb.my.id: Seruan 'Adili Jokowi', 'Makzulkan Gibran' Menggema di Solo, Ahli Forensik Klaim Bukti Ijazah Palsu - LESTI BILLAR

Seruan 'Adili Jokowi', 'Makzulkan Gibran' Menggema di Solo, Ahli Forensik Klaim Bukti Ijazah Palsu

Posting Komentar

Tuduhan serius nan kontroversial kembali dilontarkan oleh kelompok penuntut keabsahan ijazah atau ijazah palsu.


Kali ini ditujukan langsung kepada mantan Presiden Joko Widodo atau Jokowi dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.


Ahli digital forensik terkemuka, Rismon Hasiholan Sianipar, saat berada di Solo, Jawa Tengah, pada Senin (27/10/2025), secara terbuka menyerukan tuntutan ekstrem: "Adili Jokowi" dan "Makzulkan Gibran" dari kursi RI-2.


Rismon, yang merupakan bagian dari trio RRT (Rismon, Roy Suryo, dan dr. Tifauzia Tyassuma), menegaskan bahwa tuntutan tersebut didasarkan pada dugaan Wapres Gibran tidak sah sebagai Wakil Presiden karena klaim ijazah palsu.


Fokus utama Rismon adalah pada dugaan pemalsuan ijazah SMA yang digunakan oleh Wapres Gibran. 


Klaim ini muncul dari penelusuran rekam jejak pendidikan Gibran Rakabuming Raka yang dinilai memiliki lompatan janggal.


"Makzulkan Gibran karena tidak pernah lulus SMA. Tidak pernah punya ijazah SMA," papar Rismon kepada awak media.


Rismon memaparkan Wapres Gibran hanya menempuh satu tahun di Orchid Park Secondary School, Singapore, sebelum kemudian "melompat" ke program diploma dua tahun.


"Bagaimana mungkin kelas 1 SMA langsung ke diploma? Padahal di UTS InSearch untuk masuk ke diploma harus lulus SMA. Patut diduga dia memalsukan ijazah SMA untuk masuk ke diploma UTS InSearch,” tegas dosen Universitas Mataram ini.


Dugaan Rismon ini memperkuat polemik yang selama ini disoroti oleh trio RRT, terutama terkait data pendidikan menengah Gibran yang tercantum di Komisi Pemilihan Umum (KPU) saat pendaftaran Cawapres 2024.


Data KPU mencantumkan:


- (setara SMA) Orchid Park Secondary School Singapore (2002-2004)


 - (setara SMA) University of Technology Sydney (UTS) Insearch di Australia (2004-2007)


 - (Sarjana atau S1) Management Development Institute of Singapore (MDIS) (2007-2010)


Rekan Rismon Sianipar, pakar telematika Roy Suryo, sebelumnya telah mempertanyakan program UTS Insearch yang ditempuh Gibran Rakabuming Raka. 


Roy berpendapat program tersebut lebih menyerupai kursus singkat enam bulan ketimbang pendidikan formal setara SMA secara penuh, apalagi ditulis dengan periode hingga tiga tahun.


Penyalahgunaan Kekuasaan untuk Memuluskan Gibran

Tak hanya Wapres Gibran, Rismon juga menargetkan Jokowi.


Seruan "Adili Jokowi" dilantangkan karena Rismon menuding mantan Presiden itu telah memaksakan pencalonan Gibran Rakabuming Raka meski mengetahui putranya belum memiliki ijazah SMA yang sah.


"Mengadili Jokowi karena memaksakan anaknya, di samping ijazahnya yang sudah kami teliti," ujar Rismon.


"Dia tahu anaknya tidak pernah lulus SMA, tapi tetap dipaksakan seolah-olah lulus. Saat itu dia presiden dan memanfaatkan kekuasaannya untuk memuluskan Gibran agar memenuhi syarat menjadi cawapres,” tegasnya, menyiratkan adanya dugaan penyalahgunaan wewenang.


Hingga berita ini ditayangkan, belum ada tanggapan resmi dari pihak Istana maupun juru bicara Gibran Rakabuming Raka terkait tuduhan serius yang dilontarkan Rismon Hasiholan Sianipar ini.


Jejak Seruan dan Aksi "Adili Jokowi"

Seruan "Adili Jokowi" sebelumnya pernah menjadi sorotan ketika terjadi deretan aksi demonstrasi di sejumlah wilayah menyampaikan tuntutan serupa.


Misalnya, di Kota Solo pada Jumat (14/2/2025) lalu, saat kelompok masyarakat yang menamakan diri "Gerakan Wong Solo Adili Jokowi" menggelar aksi demonstrasi, dilansir Kompas. 


Massa bergerak dari kawasan Stadion Sriwedari menuju Polresta Solo, meski hujan deras mengguyur wilayah tersebut.


Dalam aksi ini, peserta membawa bendera, mengenakan ikat kepala, serta mengusung poster bertuliskan "Adili Jokowi".


Beberapa demonstran juga terlihat mengenakan kostum tokoh pewayangan, menambah keunikan dalam unjuk rasa tersebut.


Sepanjang perjalanan sejauh sekitar satu kilometer, mereka meneriakkan yel-yel dan membentangkan poster bertuliskan "Adili Jokowi dan Kroni-kroninya".


Setibanya di Markas Polresta Solo, massa kembali berorasi dan membentangkan spanduk, serta menyampaikan tuntutan agar Jokowi diadili. 


"Aksi kami memiliki satu tujuan, yaitu meminta Jokowi ditangkap dan diadili. Karena kami menganggap kesalahannya sudah fatal, merusak demokrasi, merusak konstitusi, bahkan telah merampas negeri ini," ujar Koordinator Aksi, Ahmad Farid Assegaf, usai demonstrasi.


"Kami langsung mendatangi penegak hukum, karena kami anggap mereka mandul. Tadi kami hanya bisa berorasi di depan gerbang, membacakan pernyataan sikap, dan menyerahkannya," jelasnya. 


Sebelumnya, ratusan warga yang tergabung dalam Aliansi Arek Ngalam (Aman) juga menggelar demonstrasi di depan Polresta Malang Kota, Jawa Timur, Jumat (7/2/2025), sebagaimana diwartakan Kompas.


Dalam aksi tersebut, massa aksi membentangkan spanduk-spanduk yang bertuliskan 'Adili Jokowi' dan meneriakkan seruan serupa.


Koordinator Aman, Andi Widiono, menyampaikan bahwa tuntutan ini dilandasi oleh penilaian bahwa selama kepemimpinan Jokowi, banyak masalah yang muncul.


"Banyak sekali masalah, seperti masalah proyek strategis nasional yang mengutamakan kepentingan investor, dengan mengabaikan kepentingan publik," kata Andi.


Massa aksi menyerukan beberapa tuntutan, antara lain mengusut tuntas kasus korupsi dan kolusi (KKN) yang diduga melibatkan Jokowi.


Kasus-kasus yang disebutkan termasuk BPMKS, korupsi Trans Jakarta, korupsi BMW, blok Medan, korupsi dana KONI, serta kasus bantuan sosial di Sritex dan penggunaan jet pribadi untuk liburan.


Coretan "Adili Jokowi" di sejumlah kota

Aksi vandalisme bertuliskan 'Adili Jokowi' muncul di berbagai kota yakni Surabaya, Solo, dan Yogyakarta.


Aparat Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) setempat segera melakukan pembersihan guna menjaga estetika ruang publik.


Di Kota Surabaya, tulisan 'Adili Jokowi' ditemukan di 24 titik yang tersebar di berbagai kecamatan.


Vandalisme ini ditemukan di berbagai tempat, termasuk tembok dan seng penutup bangunan di Kecamatan Wonocolo, Wonokromo, Jambangan, Gayungan, Gubeng, Sawahan, Tandes, Genteng, dan Tegalsari.


Selain di Surabaya, coretan serupa juga ditemukan di Solo, Jawa Tengah.


Berdasarkan pantauan, setidaknya ada enam titik lokasi yang menjadi sasaran aksi vandalisme ini, termasuk di Jalan Ahmad Yani, Jalan Menteri Supeno, Jalan Prof. DR. Soeharso, Jalan Moh. Husni Thamrin, dan Jalan Samratulangi.


Satpol PP Solo segera bertindak dengan melakukan pengecatan ulang menggunakan cat putih untuk menutupi coretan berwarna merah dan hitam.


Sementara itu, di Yogyakarta, coretan serupa ditemukan di beberapa lokasi, salah satunya di Jalan Sultan Agung.


Simak berita terbaru Tribunjambi.com di Google News

Related Posts

There is no other posts in this category.

Posting Komentar

Subscribe Our Newsletter