Gubernur Jawa Barat (Jabar) Dedi Mulyadi (KDM)
Dalam kunjungannya ke pabrik Aqua di Subang, Senin (20/10/2025), Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi alias KDM menemukan fakta baru soal sumber air yang digunakan perusahaan tersebut.
Ia semula mengira air yang diproduksi berasal dari mata air pegunungan, namun ternyata air tersebut berasal dari sumur bor dalam yang mengambil air bawah tanah.
“Ini sumber air pengambilannya di mana? Ini sumur apa? Sumur produksi. Ngambil airnya air dari sungai? Airnya dari bawah tanah, Pak. Oh, airnya dari bawah tanah. Bukan air permukaan? Oke, air bawah tanahnya mengambil sumbernya dari? Dari dalam. Di bor, Pak. Ini di bor?” tanya Dedi saat meninjau lokasi tersebut, dikutip YouTube KDM, Rabu (22/10/2025).
Dedi sempat mengira bahwa Aqua memanfaatkan air mata air pegunungan sebagaimana yang sering digambarkan dalam iklan. Namun kenyataannya berbeda.
“Artinya di dalam pikiran saya bahwa ini dikira oleh saya airnya adalah air mata air. Karena namanya air pegunungan, kan? Yang satu air mata air, bukan? Yang 60 juga air bawah tanah. Berarti di bor,” ungkapnya.
Ia juga menanyakan apakah pengambilan air bawah tanah tersebut berpengaruh terhadap kondisi tanah dan potensi longsor.
“Nggak akan ngefek pada pergeseran tanah? Ini kan airnya di bor. Dikira oleh saya air permukaan. Air permukaan itu air sungai atau air dari mata air. Oh, jadi ini bukan air mata air, ya? Tanah dalam. Berarti kategorinya sumur pompa dalam,” ujar Dedi.
Dari hasil penjelasan pihak pabrik, diketahui bahwa kedalaman sumur bor mencapai lebih dari 100 meter.
“Berapa kedalamannya? 132. Kalau yang sumur 4, ya? Ini 102. Terus satu lagi? Kalau yang sumur 2, 60 Pak,” tanya Dedi dalam dialog tersebut.
Menurutnya, penggunaan air bawah tanah di daerah pegunungan berpotensi menimbulkan risiko pergeseran tanah dan bencana lingkungan, terutama jika eksploitasi dilakukan secara masif.
“Cuman air gunung nggak ambil bawah tanah apa nggak geser gitu tanahnya? Kalau daerah pedataran geser tanah nggak beresiko. Ini daerah pegunungan. Kalau ininya geser, bisa geser nggak? Kan saya mikir itu, gitu lho,” ujarnya.
Dedi juga menyoroti kondisi lingkungan di wilayah sekitar yang kini sering dilanda banjir dan longsor. Ia menduga hal itu berkaitan dengan perubahan struktur tanah akibat penebangan hutan dan eksploitasi air tanah.
“Salah satu tesis yang hari ini terjadi adalah dulu Kasomalang itu nggak pernah banjir. Hari ini Kasomalang itu banjir. Berarti kan ada problem lingkungan akut yang harus segera dibenahi. Terus yang kedua, longsor sering terjadi,” kata Dedi.
Mantan Bupati Purwakarta itu pun mendorong agar dilakukan penelitian mendalam mengenai dampak pengambilan air bawah tanah terhadap lingkungan.
“Makanya longsor sering terjadi itu problemnya apa sih? Apa memang hutannya yang ditebang kemudian kering ketika hujan longsor? Atau memang ada aspek-aspek lain yang harus menjadi bahan penelitian? Ini saya lagi mikir,” ucapnya.
Dedi juga meminta agar perusahaan bersikap terbuka mengenai jumlah dan titik pengambilan air, serta mengingatkan agar tidak ada praktik manipulasi data.
“Soalnya banyak perusahaan ngakunya satu titik pasangnya lima. Ada yang begitu,” sindirnya.
Kunjungan itu menjadi sorotan publik karena mengungkap fakta bahwa air mineral yang selama ini dikenal berasal dari pegunungan, ternyata bukan dari mata air alami, melainkan dari air bawah tanah yang diambil menggunakan sumur bor dalam. (Wahyuni/Fajar)

Posting Komentar
Posting Komentar