infoselebb.my.id: Divonis 6,5 Penjara, Harvey Moeis Ada yang Lindungi? Hotman Paris Bandingkan dengan Kasus Budi Said - LESTI BILLAR

Divonis 6,5 Penjara, Harvey Moeis Ada yang Lindungi? Hotman Paris Bandingkan dengan Kasus Budi Said

Posting Komentar

Terdakwa kasus korupsi tata niaga komoditas timah Harvey Moeis divonis 6,5 tahun penjara.


Padahal kasus tersebut diduga telah merugikan negara sebesar Rp 300 triliun.


Hal ini lantas menjadi sorotan tajam pengacara kondang Hotman Paris.


Ia membandingkan vonis penjara Harvey Moeis terdakwa kasus korupsi tata niaga komoditas timah dengan Budi Said seorang crazy rich Surabaya yang divonis 15 tahun penjara dalam kasus dugaan korupsi manipulasi pembelian emas PT Aneka Tambang (Antam).


Hotman Paris yang menjadi Kuasa Hukum Budi Said mengatakan putusan terhadap kliennya semakin menghancurkan citra penegakan hukum di Indonesia.


"Kok sekarang jadi pelaku tidak pidana atas unsur yang sama? Sedangkan yang (kasus korupsi) Rp 300 triliun cuma 6,5 tahun."


"Ya itulah. Jadi ini kayaknya ini ada pesanan ini dari oknum siapa, kita taulah siapa di belakang," ungkap Hotman Paris di Jakarta, Jumat (27/12/2024).


"Putusan vonis ini sangat tidak masuk diakal, menjadi ketawaan termasuk anak SD," kata Hotman Paris.


Benarkah Ada Sosok di Belakang Harvey Moeis?


Dugaan mengenai adanya sosok di belakang Harvey Moeis bukan kali ini saja berhembus.


Sebelumnya, ahli hukum tindak pidana pencucian uang (TPPU), Yenti Garnasih, menduga suami Sandra Dewi, Harvey Moeis, dilindungi oleh orang kuat dalam kasus korupsi yang menjeratnya dan melibatkan pejabat PT Timah.


Yenti menyebut tindak korupsi itu sudah berlangsung lama dari tahun 2015 sampai 2022.


Kata dia, penambangan liar merupakan kegiatan terlarang yang kasat mata atau dapat dilihat dan melibatkan banyak orang.


Dia mengatakan sulit diterima akal sehat bahwa kegiatan ilegal yang melibatkan banyak orang dan kasat mata itu bisa dilakukan dengan aman dalam waktu yang lama.


"Pertanyaanya, apakah hanya orang-orang ini saja yang kemudian leluasa bertahun-tahun melakukan kejahatan di lapangan penambangan timah dan sampai tidak ketahuan? Saya kira tidak,” ujar Yenti dalam acara Sapa Indonesia Pagi di Kompas TV, Jumat, (29/3/2024).


Kemudian, dia meyakini ada orang kuat yang melindungi tindak korupsi itu.


“Ini siapa yang melindungi? Pasti ada orang-orang kuat yang melindungi, siapa ini juga belum terungkap dan harus terungkap,” katanya.


Pakar hukum itu selanjutnya mempertanyakan pengawasan negara terhadap penambangan liar itu.


Yenti curiga ada persekongkolan antara penambang liar dan pihak pengawas.


“Apakah memang sistem negara ini sudah tidak ada pengawasannya? Atau pengawas-pengawas itu malah justru kongkalikong supaya orang-orang yang ketahuan curang ini?" tanya dia.


"Ataukah mereka yang ketahuan menghabisi harta negara yang harusnya masuk ke negara ini, malah dilindungi?”


Dia heran mengapa PT Timah Tbk yang menjadi anak perusahaan BUMN bisa “kebobolan” dan negara merugi hingga ratusan triliun.


Selanjutnya, Yenti menyebut harus ada evaluasi terhadap sistem pengawasan negara.


Dia mengimbau Kejaksaan Agung untuk menyelidiki perusahaan cangkang yang dibuat dalam kejahatan ini.


"Perusahaan cangkang ini atau perusahaan boneka ini, juga harus dilihat apakah memang ada izinnya, ataukah izinnya diada-adakan atau ada pemalsuan?" tanya dia.


"Pemalsuan itu bisa saja memang ada tapi dipalsukan, punya orang terus diakui, atau memang tidak ada kemudian dipalsukan,” kata Yenti.


Dalam perkara korupsi tata niaga PT Timah, negara dianggap mengalami kerugian keuangan hingga Rp 300 triliun.


Harvey Moeis didakwa telah melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dari penerimaan uang Rp 420 miliar dari hasil tindak pidana korupsi.


Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat menilai Harvey terbukti bersalah melakukan korupsi secara bersama-sama dengan eks Direktur Utama PT Timah Tbk Mochtar Riza Pahlevi Tabrani dan kawan-kawan.


"Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa Harvey Moeis dengan pidana penjara selama 6 tahun  dan 6 bulan dikurangi lamanya terdakwa dalam tahanan dengan perintah tetap ditahan di rutan ," kata Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Eko Aryanto di ruang sidang, Senin (23/12/2024).


Harvey juga dihukum membayar denda Rp 1 Miliar yang akan diganti menjadi pidana badan 6 bulan jika tidak dibayar.


Vonis penjara 6,5 tahun ini lebih ringan dari tuntutan jaksa 12 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsidair 1 tahun kurungan.


Sementara itu, pengusaha yang dikenal sebagai crazy rich Surabaya, Budi Said divonis 15 tahun penjara dalam kasus dugaan korupsi manipulasi pembelian emas PT Aneka Tambang (Antam).


Ketua Majelis Hakim Tony Irfan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jumat (27/12/2024)  mengatakan Budi Said terbukti melakukan perbuatan melawan hukum yang merugikan keuangan negara, memperkaya diri sendiri, orang lain, atau suatu korporasi.


Hal ini sebagaimana diatur diatur Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.


Hakim Tony menyebut perbuatan rasuah itu dilakukan Budi bersama-sama broker emas Surabaya Eksi Anggraeni, mantan General Manager Unit Bisnis Pengolahan dan Pemurnian Logam Mulia (UBPP LM) Pulogadung PT Antam, Abdul Hadi Aviciena, dan sejumlah pegawai PT Antam.


Selain hukuman bui, majelis hakim juga menjatuhkan pidana denda sebesar Rp 1 miliar subsidair 6 bulan penjara.


Tidak hanya divonis bersalah melakukan korupsi, Budi Said juga dinilai terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.


Majelis hakim kemudian menjatuhkan hukuman pidana tambahan berupa uang pengganti berupa 58,841 kilogram emas Antam dan denda Rp 35.526.893.372,99 (Rp 35,5 miliar).


Jika dalam waktu satu bulan setelah terbit putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap Budi tidak membayar, maka harta bendanya akan dirampas untuk dilelang dan menutup uang pengganti.


“Dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka diganti dengan pidana penjara selama 8 tahun,” ujar Hakim Tony.


Vonis terhadap Budi Said setahun lebih ringan dari tuntutan jaksa 16 tahun penjara, denda Rp 1 miliar subsidair 6 bulan kurungan, dan uang pengganti sebanyak 58,135 kilogram emas Antam atau Rp 35.078.291.000.


Kemudian, 1136 kg emas antam atau setara dengan nilai Rp 1.073.786.839.584 berdasarkan harga pokok produksi emas antam per Desember 2023.


Dalam perkara ini, Budi Said didakwa merugikan keuangan negara sebesar Rp 1.166.044.097.404 atau Rp 1,1 triliun.


(Bangkapos.com/Sripoku.com/Tribunnews.com)

Related Posts

There is no other posts in this category.

Posting Komentar

Subscribe Our Newsletter