Polemik utang kereta cepat Whoosh yang membengkak kini sedang ramai dibicarakan publik tanah air.
Hal itu terjadi setelah PT Kereta Api Indonesia (Persero) menyatakan tak mampu membayar utang tersebut.
Tetapi di sisi lain, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menolak membayar utang tersebut menggunakan APBN.
Mengenai polemik ini, akademisi sekaligus pengamat politik Rocky Gerung buka suara.
Rocky Gerung menilai bahwa Joko Widodo (Jokowi) berpotensi dipidanakan imbas adanya dugaan mark up atau penggelembungan biaya proyek kereta cepat Whoosh yang dibuat semasa ia menjabat sebagai presiden RI.
Di mana proyek yang diresmikan pada 2 Oktober 2023 itu, kini menanggung beban utang hingga mencapai Rp 116 triliun.
“Sebetulnya proyek kereta cepat Whoosh ini bisa disebut sebagai skandal karena dibangun secara tidak hati-hati dalam berbagai aspek,” ucap Rocky Gerung dalam sebuah video yang diposting di YouTube Channel-nya pada Sabtu (18/10/2025).
Bahkan, Rocky Gerung menilai kurangnya esensi dari kereta cepat yang menghubungkan Jakarta dan Bandung - Jawa Barat tersebut.
"Mereka yang berbisnis merasa lebih mending naik mobil saja. Jadi, ada kalkulasi yang salah, yang menyebabkan kereta itu jadi beban utang. Kita mesti bayar utang ke China." jelasnya.
Maka dari itu, pantas jika dugaan mark up pada proyek Whoosh yang dikaitkan dengan Jokowi berpotensi menjadi perkara pidana.
"Jadi banyak faktor yang bisa menerangkan kenapa sekarang publik menganggap bahwa potensi Pak Jokowi dipidanakan itu sangat besar," ujarnya.
Menkeu Tolak Gunakan APBN untuk Bayar Utang Whoosh
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyikapi secara tegas terkait utang Rp 116 triliun yang membebani negara tersebut.
Purbaya Sadewa secara blak-blakan menolak menggunakan APBN untuk membayar utang besar itu.
Menurutnya, KCIC yang kini berada di bawah BPI Danantara harus bisa membiayai utangnya sendiri.
Terlebih, Danantara sudah memiliki dividen dari sejumlah BUMN sampai Rp 80 triliun per tahun. (*)

Posting Komentar
Posting Komentar