Presenter sekaligus Utusan Khusus Presiden, Raffi Ahmad tengah menuai sorotan.
Penyebabnya, Raffi sempat terekam melontarkan ucapan bernada vulgar di layar kaca.
Parahnya lagi, hal itu terjadi kala suami Nagita Slavina tengah mengisi program tv di Bulan Ramadan.
Kejadian itu sempat menuai sorotan dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).
MUI bahkan sempat meminta Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) untuk melayangkan teguran pada Raffi.
Tahu namanya disorot, Raffi Ahmad langsung bereaksi.
Raffi sudah menjalin komunikasi dengan pihak MUI.
"Saya sudah komunikasi dengan Ketua MUI (Bidang Infokom) Bapak Kiai Masduki Baidlowi dan saya juga menyampaikan permohonan maaf pada beliau dan kepada MUI," ungkap Raffi Ahmad, dikutip dari laman resmi MUI, Rabu (26/3/2025).
Raffi itu mengaku akan menjadikan hal tersebut sebagai pembelajaran.
Raffi menjelaskan, bahwa apa yang ia ucapkan tersebut tak sengaja, melainkan refleks.
"Ini jadi pelajaran penting bagi saya."
"Ini bukan kesengajaan semata-mata karena refleks," jelas Raffi.
Bahkan Raffi berjanji tak akan mengulangi kejadian tersebut di kemudian hari.
"Saya berkomitmen, Insya Allah untuk siaran ke depan akan lebih baik lagi," ujarnya.
Sementara itu, pihak MUI memberikan respons atas permintaan maaf dari Raffi.
Ketua MUI Bidang Fatwa, Prof. KH Asrorun Ni’am Sholeh menilai, bahwa apa yang dilakukan Raffi lantaran spontanitas belaka.
Lebih lagi setiap orang pasti pernah melakukan kekhilafannya sendiri.
Yang terpenting, Raffi mau berkomitmen untuk terus berbenah menjadi lebih baik lagi.
"Itu bisa jadi spontan, karena live. Setiap orang tak mungkin lepas dari khilaf."
"Kuncinya saling berkomitmen untuk terus berbenah," ungkapnya.
Awal Mula Tingkah Raffi Ahmad Picu Kritikan MUI
Diberitakan sebelumnya, hasil pemantauan Majelis Ulama Indonesia (MUI) menemukan ada pelanggaran dalam tayangan program Ramadan yang diisi Raffi Ahmad.
MUI pun meminta Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat untuk segera memanggil pihak stasiun televisi dan menegur suami Nagita Slavina itu.
Ketua MUI Bidang Informasi dan Komunikasi, KH Masduki Baidlowi, menyampaikan, salah satu dugaan pelanggaran tersebut adalah kekerasan fisik dan verbal saat tayangan.
“Dalam beberapa tayangan di dua program televisi tersebut, Raffi Ahmad terindikasi mengeluarkan pernyataan dan melakukan adegan yang memiliki kecenderungan menghina/merendahkan martabat manusia, vulgar dan tidak sejalan dengan nilai-nilai dan makna bulan suci Ramadan,” kata keterangan tertulis MUI dikutip dari Tribunnews.com, Senin (24/3/2025).
MUI menilai, Rafi perlu diberikan teguran karena dia adalah sosok sangat populer, dan saat ini status sosialnya tidak hanya sebagai artis melainkan juga sebagai Utusan Khusus Presiden Bidang Pembinaan Generasi Muda dan Pekerja Seni.
Pihaknya juga meminta KPI memanggil pihak stasiun televisi yang bertanggung jawab untuk menegur artis Raffi Ahmad yang menjadi figur utama di tayangan program itu.
Kiai Masduki memberikan contoh dugaan pelanggaran tersebut seperti yang ditemukan saat talent bernama Fanny melakukan joget-joget erotis dan memakai pakaian ketat yang menampakkan bentuk tubuhnya.
Kemudian, ketika menanyakan lirik lagunya, Raffi Ahmad berkata: Kalau basah mau diapain?. Selain itu pada Gaspol SCTV edisi 145, Raffi dengan vulgar mengeksploitasi status janda dengan mengatakan, “Janda semakin di depan.”
Lebih lanjut, Kiai Masduki mengungkapkan, dalam tayangan Berkahnya Ramadhan di Trans TV juga ditemukan sejumlah dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh Raffi Ahmad. Kiai Masduki memberikan contoh dugaan pelanggaran yang dilakukan Raffi Ahmad dalam program tersebut.
Sementara itu, kekerasan fisik terjadi pada 3 Maret 2025, ketika ada adegan Raffi Ahmad membanting Anwar.
Kemudian, pada 10 Maret 2025, Raffi Ahmad memasukkan kertas tissue ke mulut Maxim. Padahal, kertas tissue itu bekas dipakai mengelap wajah Ivan Gunawan dan wajah Anwar untuk membuktikan keduanya ber-make up tebal atau tidak.
‘’Bulan Ramadhan adalah bulan suci karena umat Islam selama sebulan penuh melaksanakan ibadah puasa dengan berbagai ritual yang ada di dalamnya. Untuk itu, sudah sepatutnya bisa dipahami, dihormati, dan diapresiasi oleh berbagai kalangan khususnya media penyiaran dengan menyajikan program yang menghormati, mematuhi etika dan pedoman yang berlaku,’’ tegasnya.
Kiai Masduki menjelaskan, pemantauan dilakukan dengan mengacu pada Tausiyah MUI tentang Penyiaran Program Ramadhan 1446 H/2025 M, beberapa fatwa MUI yang relevan, UU Penyiaran, dan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS).
Kiai Masduki menyampaikan, Lembaga Penyiaran (LP) televisi diharapkan dapat menghadirkan siaran program Ramadhan yang berkualitas. Sebab, LP memegang lisensi frekuensi publik, sudah semestinya mempunyai itikad dan komitmen dalam menghidupkan syiar Ramadhan.
‘’Ada idealitas banyak pihak agar suasana kondusif Ramadan terjaga, dan tontonan yang dikonsumsi khalayak juga memang isi siaran yang layak dari sisi kualitas, diversitas, serta kepatutan dan taat aturan,’’ ungkapnya.
Namun dalam prakteknya, dalam pemantauan selama 10 hari pertama Ramadan tahun ini masih muncul sejumlah program yang memiliki tendensi melakukan pelanggaran dan jauh dari standar kepatutan. (*)
Posting Komentar
Posting Komentar